KEAGUNGAN AKHLAQ RASULULLAH
Saudaraku, islam sampai kepada kita saat ini tidak lain berkat jasa Baginda Rasulullah Muhammad SAW sebagai sosok penyampai risalah Allah SWT yang benar dan di ridhoi. Dan nanti di padang mahsyar, tiap umat islam pasti akan meminta syafa’at dari beliau SAW dan menginginkan berada di barisan beliau SAW. Namun, pengakuan tidaklah cukup sekedar pengakuan. Pasti yang mengaku umat beliau SAW akan berusaha mengikuti jejak beliau dengan jalan mengikuti sunnah-sunnah beliau dan senantiasa membasahi bibir ini dengan mendo’akan beliau dengan cara memperbanyak bersholawat kepada beliau SAW.
Sejarah tak akan mampu mengingkari betapa indahnya akhlak dan budi pekerti Rasulullah tercinta, Sayyidina Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam hingga salah seorang istri beliau, Sayyidatina A’isyah Rodhiyallahuanha mengatakan bahwa akhlak Rasulullah adalah “Al-Qur’an”. Tidak satu perkataan Rasulullah merupakan implementasi dari hawa nafsu beliau, melainkan adalah berasal dari wahyu ilahi. Begitu halus dan lembutnya perilaku keseharian beliau. Rasulullah SAW adalah sosok yang mandiri dengan sifat tawadhu’ yang tiada tandingnya.
Beliau pernah menjahit sendiri pakaiannya yang koyak tanpa harus menyuruh istrinya. Dalam berkeluarga, beliau adalah sosok yang ringan tangan dan tidak segan-segan untuk membantu pekerjaan istrinya di dapur. Selain itu dikisahkan bahwa beliau tiada merasa canggung makan disamping seorang tua yang penuh kudis, kotor lagi miskin. Beliau adalah sosok yang paling sabar dimana ketika itu pernah kain beliau ditarik oleh seorang badui hingga membekas merah dilehernya, namun beliau hanya diam dan tidak marah.
Dalam satu riwayat dikisahkan bahwa ketika beliau mengimami sholat berjamaah, para sahabat mendapati seolah-olah setiap beliau berpindah rukun terasa susah sekali dan terdengar bunyi yang aneh. Seusai sholat, salah seorang sahabat, Sayyidina Umar bin Khatthab bertanya, “Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat. Sedang sakitkah engkau ya Rasulullah? “Tidak ya Umar. Alhamdulillah aku sehat dan segar.” Jawab Rasulullah. “Ya Rasulullah, mengapa setiap kali Baginda menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi-sendi tubuh baginda saling bergesekkan? Kami yakin baginda sedang sakit”. Desak Sayyidina Umar penuh cemas.
Akhirnya, Rasulullahpun mengangkat jubahnya. Para sahabatpun terkejut ketika mendapati perut Rasulullah SAW yang kempis tengah di lilit oleh sehelai kain yang berisi batu kerikil sebagai penahan rasa lapar. Ternyata, batu-batu kerikil itulah yang menimbulkan bunyi aneh setiap kali tubuh Rasulullah SAW bergerak. Para sahabatpun berkata, “Ya Rasulullah, adakah bila baginda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya untuk tuan?”. Baginda Rasulullah pun menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apapun akan kalian korbankan demi Rasulmu. Tetapi, apa jawabanku nanti dihadapan Allah, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban bagi umatnya? Biarlah rasa lapar ini sebagai hadiah dari Allah buatku, agar kelak umatku tak ada yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih di akhirat nanti.
Teramat agung pribadi Rasulullah SAW sehingga para sahabat yang ditanya oleh seorang badui tentang akhlak beliau SAW hanya mampu menangis karena tak sanggup untuk menggambarkan betapa mulia akhlak beliau SAW. Beliau diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai suri tauladan yang baik sepanjang zaman.
Saudaraku, sungguh kehadiran Rasulullah SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia lewat segala hal yang beliau contohkan kepada umat manusia. Beliau tidak pernah pandang bulu dalam hal menghargai manusia, penuh kasih sayang, tidak pernah mendendam, malahan beliau pernah menangis ketika mengetahui bahwa balasan kekafiran adalah neraka yang menyala-nyala hingga menginginkan umat manusia untuk meng-esakan Allah SWT.
Cukup kiranya beliau yang jadi suri tauladan kita, umat islam khususnya yang hari ini sebagian sudah sangat jauh dari akhlak Rasulullah, baik dalam tindakan maupun perkataan yang menyejukkan. apa yang dikatakan oleh seorang sastrawan Pakistan, Muhammad Iqbal dalam salah satu karyanya dapat kita jadikan renungan bersama dimana beliau berkata: “Barangsiapa yang mengaku umat Nabi Muhammad, hendaklah berakhlak seperti beliau (Nabi Muhammad)”.
Dalam salah satu hadits dikatakan bahwa “Belum beriman seseorang sehingga aku (Rasulullah Muhammad SAW) lebih dicintainya daripada ayahnya, anak-anaknya dan seluruh manusia”(HR. Bukhari). Kita tidak tahu apakah nanti akan di akui Rasulullah sebagai umatnya atau tidak kelak di yaumil kiamah. Namun satu yang pasti bahwa semua ingin berada di barisan beliau. maka, marilah kita sama-sama berusaha untuk mengikuti akhlak beliau SAW semampu diri kita, sebagai suri tauladan kita yang utama, memperbanyak ucapan sholawat untuknya, membela sunnahnya, bukan malah membelakanginya (mari berlindung dari hal demikian), sebagai bagian dari rasa cinta kita terhadapnya.
Saudaraku, mari kita sampaikan salam dan sholawat kepada beliau SAW, yang dengannya kita akan beroleh cinta dan Syafa’atnya kelak di yaumil mahsyar. insya Allah…Amiin.
Allahumma sholli ‘alaa sayyidina Muhammad, wa ‘alaa aalihi wa shohbihi ajma’iin…
SIFAT RASUL :
1. SHIDDIQ
Shiddiq mempunyai arti BENAR. Lawan kata dari shiddiq adalah KIZIB (DUSTA). Dengan demikian, jika kita merujuk dari arti kata shiddiq, maka seorang Nabi dan Rasul akan selalu berkata dan berbuat yg benar, yakni selalu merujuk/berdasar ajaran ALLOH SWT.
Dalil Qur’an yg menjadi rujukan bahwa para Nabi dan Rasul selalu dalam keadaan shiddiq adalah surat Maryam(19):50,“Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi.”
2. AMANAH
Setelah Shiddiq, sifat Nabi dan Rasul berikutnya, yg PASTI dimiliki, adalah AMANAH. Amanah berarti DAPAT DIPERCAYA. Rasululloh SAW sendiri sebelum menjadi Rasul, beliau sudah digelari Al Amin (Yang Dapat Dipercaya). Dengan demikian, tidak mungkin seorang Nabi dan Rasul bersifat/bersikap KHIANAT (curang).
Amanah diterapkan para Nabi dan Rasul dalam bentuk SELALU menyampaikan SEMUA ajaran yg diterimanya. TIDAK ADA satupun yg disembunyikan. Dengan demikian, MUSTAHIL mereka menyelewengkan atau berbuat curang atas ajaran ALLOH SWT.
Apabila saat ini banyak orang (tidak cuma orang kafir, bahkan kaum muslim sekalipun) yg memperdebatkan ajaran yg dibawa Rasululloh SAW, yg menyatakan bahwa Rasululloh SAW menyembunyikan atau berbuat curang dalam menyampaikan ajaran-Nya. Naudzubillah….jangan sampai kita termasuk orang2 yg berpikiran demikian (menganggap Rasululloh SAW berbuat curang).
Dengan demikian, Rasululloh SAW bukan termasuk orang yg sulit dipercaya.
3. TABLIGH
Tabligh mempunyai arti MENYAMPAIKAN WAHYU KEPADA UMATNYA. Sifat ini terkait dengan sifat Amanah, yg tidak akan berbuat curang dalam menyampaikan ajaran ALLOH SWT kepada umat. Dengan demikian, Nabi dan Rasul MUSTAHIL KITMAN (menyembunyikan wahyu).
Maksud dari sifat ini, Nabi dan Rasul akan senantiasa menyampaikan wahyu, apapun bahaya/ancaman yg datang kepada mereka. Kita barangkali sudah pernah dan sering mendengar cerita Nabi Ibrahim yg dibakar, kemudian Nabi Yahya yg dibunuh, bahkan Rasululloh SAW sendiri diancam akan dibunuh serta mendapat perlakuan diasingkan oleh kaumnya.
Hal ini menjelaskan bahwa tugas Nabi dan Rasul sangatlah berat…namun, mereka tidak akan menganggap berat, karena mereka selalu yakin bahwa ALLOH SWT akan senantiasa membantu mereka.
4. FATONAH
Sifat terakhir yg dimiliki oleh Nabi dan Rasul adalah Fathonah, yg artinya CERDAS/PANDAI. Dengan demikian, seorang Nabi dan Rasul MUSTAHIL JAHLUN (BODOH).
Kita sudah ketahui bahwa Rasululloh SAW adalah manusia yg buta huruf dan tidak bisa membaca serta tidak bisa menulis. Istilah lainnya adalah UMMI. Namun, kenyataan membuktikan bahwa beliau mempunyai kecerdasan yg luar biasa. Banyak kasus pelik, sebelum dan sesudah beliau menjadi Rasul, yg berhasil beliau dapatkan solusinya.
Rasululloh SAW yg UMMI juga membuktikan bahwa Rasululloh SAW TIDAK MUNGKIN mengarang ayat-ayat Al Qur’an. Sehingga gugurlah teori para orientalis yg menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kitab buatan Muhammad SAW.
Kecerdasan dimiliki oleh Nabi dan Rasul, agar mereka tidak dipengaruhi orang lain. Setiap tindakan yg mereka lakukan adalah hasil kecerdasan beliau, yg dianugerahi oleh ALLOH SWT, bukan pengaruh dari orang yg ada di sekitar mereka, termasuk istri/anak beliau sendiri.
RASUL BERSIKAP DALAM RUMAH
KEBUTUHAN HAMBA PADA RASUL SANGATLAH VITAL
24/04/2010 08:32———
TAFAKUR
14/04/2010 00:54———
MAKNA SUNAH DALAM ALQUR'AN
11/04/2010 14:20———
TELADAN BISNIS RASULULLAH
11/04/2010 14:16———
Al-Qur’an Menurut Hasan Al-Banna (26) Rasulullah Suri Teladan Terbaik
09/04/2010 23:04———
RASUL TELADAN ,UJIAN, COBAAN & RINTANGAN
09/04/2010 23:03———
RASUL TELADAN UMAT & RAHMAT BAGI AlAM SEMESTA
09/04/2010 23:00———
RASUL PEMBAWA KABAR GEMBIRA
09/04/2010 22:58———
SURI TAULADAN RASUL
09/04/2010 21:54———
AMANAH
Bagi seorang muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang terpuji dan merupakan uswatun hasanah yaitu contoh teladan terbaik bagi seluruh kaum Muslimin. Allah swt sendiri memuji akhlak Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Quran sebagaimana firman-Nya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak agung.” (Al-Qalam:4). Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk berakhlak baik seperti yang terkandung dalam hadis: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya.” Akhlak-akhlak baik (mahmudah) meliputi : ikhlas, sabar, syukur, khauf (takut kemurkaan Allah), Roja’ (mengharapkan keridhaan Allah), jujur, adil, amanah, tawadhu (merendahkan diri sesama muslim), bersyukur. Selain menjaga akhlak mahmudah, seorang muslim juga harus menghindari akhlak mazmumah yang meliputi: tergesa-gesa, riya (melakukan sesuatu dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain), dengki (hasad), takabbur (membesarkan diri), ujub (kagum dengan diri sendiri), bakhil, buruk sangka, tamak dan pemarah. Dalam pembahasan LTM ini penulis hanya menjabarkan akhlak mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah.
Ikhlas
Kata ikhlas (bentuk mashdar akhlasha) mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw, “Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, “Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah,” lalu Allah berfirman, “(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.” Pengertian yang demikian dapat dijumpai di dalam S. Al-Insan (76): 9, ”Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” Ikhlas adalah inti dari setiap ibadah dan perbuatan seorang muslim. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Bayyinah: 5), ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan –keikhlasan— kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari sifat kerendahan dan mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
Amanah.
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa’ (memenuhi) dan wadi’ah (titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman AllaH SWT: “Sesungguhnya AllaH memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS 4:58). Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman :“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka mereka semua enggan memikulnya karena mereka khawatir akan mengkhianatinya, maka dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh…” (QS. 33:72) Amanah yang diberikan Allah kepda manusia meliputi :
1. Amanah Fitrah: Yaitu amanah yang diberikan oleh Sang Pencipta SWT sejak manusia dalam rahim ibunya, bahkan jauh sejak dimasa alam azali, yaitu mengakui bahwa AllaH SWT sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pembimbing (QS 7:172).
2. Amanah Syari’ah/Din: Yaitu untuk tunduk patuh pada aturan AllaH SWT dan memenuhi perintah-NYA dan menjauhi larangan-NYA, barangsiapa yang tidak mematuhi amanah ini maka ia zhalim pada dirinya sendiri, dan bodoh terhadap dirinya, maka jika ia bodoh terhadap dirinya maka ia akan bodoh terhadap Rabb-nya (QS. 33:72).
3. Amanah Hukum/Keadilan: Amanah ini merupakan amanah untuk menegakkan hukum Allah SWT secara adil baik dalam kehidupan pribadi, masyarakat maupun bernegara (QS 4/58). Makna adil adalah jauh dari sifat ifrath (ekstrem/berlebihan) maupun tafrith (longgar/berkurangan).
4. Amanah Ekonomi: Yaitu bermu’amalah dan menegakkan sistem ekonomi yang sesuai dengan aturan syariat Islam, dan menggantikan ekonomi yang bertentangan dengan syariat serta memperbaiki kurang sesuai dengan syariat (QS. 2: 283).
5. Amanah Sosial: Yaitu bergaul dengan menegakkan sistem kemasyarakatan yang Islami, jauh dari tradisi yang bertentangan dengan nilai Islam, menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, menepati janji serta saling menasihati dalam kebenaran, kesabaran dan kasih-sayang (QS 23: 8).
6. Amanah Pertahanan dan Kemanan: Yaitu membina fisik dan mental, dan mempersiapkan kekuatan yang dimiliki agar bangsa, negara dan ummat tidak dijajah oleh imperialisme kapitalis maupun komunis dan berbagai musuh Islam lainnya (QS. 8:27).
Sifat mulia ini harus diamalkan oleh setiap orang. Dalam suatu sumber menyebutkan, amanah adalah asas ketahanan umat, kestabilan negara, kekuasaan, kehormatan dan roh kepada keadilan. Singkatnya, amanah berarti sesuatu yang dipercayakan sehingga kita harus menjaga amanah tersebut. Dalam hal ini, Allah berfirman dalam Alquran, yang artinya: “….maka tunaikanlah oleh orang yang diamanahkan itu akan amanahnya dan bertakwalah kepada Allah Tuhannya;….” (QS. Al Baqarah: 283).
Adil
Adil berarti menempatkan/ meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada beberapa peringkat, yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda, “Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga perkara yang membinasakan yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang dengan dirinya sendiri.” (HR. AbuSyeikh).
Bersyukur
Syukur menurut kamus “Al-mu’jamu al-wasith adalah mengakui adanya
kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara syar’i adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya. Lawannya syukur adalah kufur.Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT. Definisi ini ditulis oleh Ibnu Quddamah dalam bukunya “minhajul qashidin”. Bersyukur pada tataran menjadi pribadi unggul berlaku pada dua keadaan yaitu sebagai tanda kerendahan hati terhadap segala nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta adalah sama, baik sedikit atau banyak dan sebagai ketetapan daripada Allah, supaya kebajikan senantiasa dibalas dengan kebajikan. Allah berfirman, “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan sekiranya kamu mengingkari –kufur— (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7). Al Baqarah ayat 152 : ‘Maka ingatlah Aku ( Allah ) niscaya Aku akan mengingatimu dan syukurilah nikmatku serta jangan sekali-kali kamu menjadi kafir ‘. Lalu syukur dibagi menjadi tiga macam:
1. Syukur dengan hati, yaitu niat melakukan kebaikan dan tidak menampakkannya kepada manusia. Adapun syukur dengan hati ialah Syukur dengan lisan ialah Rasulullah SAW. bersabda: “Membicarakan kenikmatan itu adalah syukur dan meninggalkannya adalahkekufuran(akan nikmat).” (HR.Ahmad).
2. Syukur dengan lisan, yaitu menampakkan rasa terima kasih kepada Allah SWT dengan pujian.
3. Syukur dengan anggota badan, ialah menggunakan seluruh nikmat Allah dalam ketaatan kepadaNya. Oleh karena makna syukur adalah menggunakan seluruh kenikmatan dengan cara yang dicintai oleh Allah, maka tidak mungkin seseorang dapat mensyukuri nikmatNya kecuali dengan mengetahui apa-apa yangdicintai oleh Allah dan apa-apa yang dibenci-Nya.
Sabar
Sabar yaitu sifat tahan menderita sesuatu (tidak lekas marah; tidak lekas patah hati; tidak lepas putus asa, tenang dsb). Di dalam menghadapi cobaan hidup, ternyata kesabaran ini sangat penting untuk membentuk individu/ pribadi unggul. Manusia diciptakan dengan disertai sifat tidak sabar dan karenanya ia banyak berbuat kesalahan. Akan tetapi, agama meminta setiap orang agar bersabar karena Allah. Orang beriman harus bersabar menunggu keselamatan yang besar yang Allah janjikan. Inilah perintah di dalam Al-Qur`an, “Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (al-Muddatstsir: 7) Sabar merupakan salah satu sifat penting untuk mencapai ridha Allah; itulah kebaikan yang harus diusahakan agar lebih dekat kepada Allah. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 200).
Al Qur`an juga menyatakan hal ini, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (Al-Baqarah: 45). Ayat lain dari surah yang sama menekankan bahwa kegembiraan diberikan kepada orang-orang yang bersabar dalam menghadapi rintangan atau kesusahan. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun.’” (al-Baqarah: 155-156). Sabar merupakan sifat mulia yang dapat meningkatkan kekuatan orang-orang beriman. Allah menyatakan pada ayat berikut, betapa kekuatan sabar ini bisa mengalahkan sesuatu. “Sekarang, Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfaal: 66). Sabar merupakan sifat yang tergolong positif yang diterangkan dalam Al-Qur`an. Seseorang bisa saja rendah hati, sederhana, baik budi, taat atau patuh; namun semua kebaikan ini hanya akan berharga ketika kita menggabungkannya dengan kesabaran. Kesabaranlah yang diperlihatkan dalam berdo’a dan merupakan sifat orang beriman, yang membuat do’a-do’a kita dapat diterima.
Jujur
Shiddiq (jujur, benar) adalah lawan kata dari kidzib (bohong atau dusta). Secara morfologi, akar kata shidq berasal dari kata shadaqa, yashduqu, shadqun, shidqun. Ungkapan shaddaqahu mengandung arti qabila qauluhu ‘pembicarannya diterima’. Ayat Allah yang memberikan ilustrasi yang jelas tentang makna (shiddiq): “Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang jujur (benar) tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.” (Al-Ahzab:8)
Imam al-Ghazali membagi sikap benar atau jujur (shiddiq) ke dalam enam jenis:
1. Jujur dalam lisan atau bertutur kata. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Menepati janji termasuk kategori kejujuran jenis ini.
2. Jujur dalam berniat dan berkehendak. Kejujuran seperti ini mengacu kepada konsep ikhlas, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah. Jika dicampuri dengan dorongan obsesi dari dalam jiwanya, maka batallah kebenaran niatnya. Orang yang seperti ini dapat dikatakan pembohong. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Muslim sebagai berikut: “Ketika Rasulullah saw bertanya kepada seorang alim, ‘Apa yang telah kamu kerjakan dari yang telah kamu ketahui?’ Ia menjawab, ‘Aku telah mengerjakan hal ini dan hal itu.’ Lalu Allah berkata, ‘Engkau telah berbohong karena kamu ingin dikatakan bahwa si Fulan orang alim.”
3. Jujur dalam berobsesi atau bercita-cita (azam). Manusia terkadang mengemukakan obsesinya untuk melakukan sesuatu. Misalnya, “Jika Allah menganugerahkan banyak harta kepadaku, aku akan sedekahkan setengahnya.” Janji atau obsesi ini harus diucapkan secara jujur.
4. Jujur dalam menepati obsesi. Dalam suatu kondisi, hati terkadang banyak mengumbar obsesi. Baginya mudah saat itu untuk mengumbar obsesi. Kemudian, saat kondisi realitas sudah memungkinkannya untuk menepati janji obsesinya itu, ia memungkirinya. Nafsu syahwatnya telah menghantam keinginannya untuk merealisasikan janjinya. Hal itu sungguh bertentangan dengan kejujuran (shiddiq).
5. Jujur dalam beramal atau bekerja. Jujur dalam maqam-maqam beragama. Merupakan kejujuran paling tinggi. Contohnya adalah kejujuran dalam khauf (rasa takut akan siksaan Allah), raja’ (mengharapkan rahmat Allah), ta’dzim (mengagungkan Allah), ridha (rela terhadap segala keputusan Allah), tawwakal (mempercayakan diri kepada Allah dalam segala totalitas urusan), dan mencintai Allah.
“Kalian harus jujur, karena jujur itu bersama-sama dengan kebaktian yang sempurna (birr). Keduanya akan berada di dalam surga. Dan hati-hatilah kalian dengan berbohong karena bohong itu bersama-sama perbuatan dosa yang terus-menerus (fujur). Keduanya akan masuk neraka. Dan mintalah kalian keyakinan dan perlindungan dari segala penyakit kepada Allah. Karena seseorang setelah diberi keyakinan akan lebih baik daripada diberi perlindungan dari segala penyakit. Dan janganlah kalian saling hasut, saling membenci, saling memutuskan (tali silaturahmi), saling memebenci, saling membelakangi, serta jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah perintahkan kepada kalian.” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Maajah)
Akhlak adalah ruh risalah Islam sementara syariat adalah lembaga jelmaan daripada roh tersebut. Ini berarti Islam tanpa akhlak seperti rangka yang tidak mempunyai isi, atau jasad yang tidak bernyawa. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : “Islam itu akhlak yang baik”. Begitu juga sabda Baginda yang bermaksud : “Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangannya selain daripada akhlak yang mulia.” Keberadaan akhlak mulia bagi setiap pribadi adalah buah dari keimanan yang kental dan kekayaan yang tinggi nilainya dalam kehidupan manusia menuju kepada kesempurnaan keperibadian manusia sebagai mana keterangan hadis yang berbunyi: ”Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda: Paling sempurna keimanan orang-orang mukmin ialah yang lebih baik akhlaknya.” (HR At-Tirmizi dari Abu Hurairah). Kemuliaan akhlak bangsa ini akan tumbuh dengan baik, bila individu-individu itu telah memiliki akhlak mulia. Harapan demikian, insya Allah akan terwujud, manakala setiap diri kita meniatkan secara sungguh-sungguh lagi ikhlas mengharap ridha-Nya. Sehingga dari sini akan terbentuk sebuah tatanan yang terjalin dengan nilai-nilai akhlakul karimah. Dan melalui nilai-nilai ini dan disiplin yang diamalkan oleh anggota masyarakat, maka akan lahirlah sebuah masyarakat yang aman, damai, harmonis dan diselimuti ruhiah Islam.
KUMPULAN DOA
DO'A BERLINDUNG DARI SIFAT MALAS DAN KEJELEKAN DI MASA TUA
26/05/2010 00:31———
HUKUM MENGANGKAT TANGAN KETIKA BERDOA
24/05/2010 14:53———
HUKUM BERDOA SESUDAH SHOLAT
24/05/2010 14:52———
DO'A AGAR DITEGUHKAN HATI DALAM KETAATAN
24/04/2010 08:39———
DO'A MEMPERBAIKI URUSAN AGAMA DAN & DUNIA
24/04/2010 08:37———
DOA MOHON KETAQWAAN & SIFAT QONA'AH
18/04/2010 15:19———
DOA MOHON KESEHATAN & KELAPANGAN RIZQI
18/04/2010 15:09———
KELEMAHAN HADITS-HADITS TENTANG MENGUSAP MUKA DENGAN KEDUA TANGAN SESUDAH SELESAI BERDO'A
11/04/2010 13:59———
DOA APABILA TURUN HUJAN & PETIR
09/04/2010 22:04———
DOA & RUKUN KHATIB JUM'AT
08/04/2010 04:39
AKU MERINDUKAN BERSAHABAT DENGAN ORANG SHOLEH
Allah Ta’ala berfirman,
"Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Ali 'Imran: 101).
Allah juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur)." (QS. At Taubah: 119).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa.)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia." (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 4/324, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379)
Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang sholih.
Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,
“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.”(Siyar A’lam An Nubala’, 8/435, Mawqi’ Ya’sub). Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang sholih lainnya.
‘Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”
Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’." (Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afani, hal. 466, Darul ‘Affani, cetakan pertama, tahun 1421 H)
Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang".(Lihat Shahih Al Wabilush Shoyyib, antara hal. 91-96, Dar Ibnul Jauziy)
Itulah pentingnya bergaul dengan orang-orang yang sholih. Oleh karena itu, sangat penting sekali mencari lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau teman dekat yang semangat dalam menjalankan agama sehingga kita pun bisa tertular aroma kebaikannya. Jika lingkungan atau teman kita adalah baik, maka ketika kita keliru, ada yang selalu menasehati dan menyemangati kepada kebaikan.
Kalau dalam masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat, kita dituntunkan untuk mencari teman yang baik, apalagi dengan mencari pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri tentu saja akan menjalani hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi teman ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan membuat kita semakin teguh dalam menjalani agama.
PALESTINA
ISRAEL IZINKAN BARANG BANTUAN MASUK GAZA
———
Ancaman Armada Kebebasan Bentuk Arogansi Zionis
———
Hamas: Deportase Abu Thair Rasis Terbaru Zionis
———
WARGA PALESTINA HADAPI PEMBERSIHAN ETNIK
———
Tentara Israel Akan Usir 10.000 Warga Palestina di Tepi Barat
———
KISAH SINGKAT WARGA PALESTINA DI TEPI BARAT
———
Kebrutalan dan Terorisme Israel
Oleh Hamid Awaludin - Duta Besar RI untuk Rusia
Dini hari, Senin (31/5), adalah dini hari malapetaka kemanusiaan. Di saat itu, sejumlah orang dengan misi kemanusiaan dari sejumlah bangsa dan latar belakang diserang oleh pasukan Israel tatkala mereka sedang terlelap tidur di atas kapal.
Apa pun alasan Israel, semua tidak ada legitimasi dan pembenarannya. Serangan itu hanya bisa digambarkan dengan kata: kejam dan semena-mena.
Bagaimana tidak, sejumlah anak manusia yang memiliki komitmen kemanusiaan untuk membantu dan meringankan beban bangsa Palestina di jalur Gaza—yang diblokade oleh Israel selama beberapa tahun—tiba-tiba ditembaki Israel. Kejadian ini menambah deretan daftar kekejaman lain yang telah dilakukan sebelumnya.
Kejam karena mereka diserang saat subuh tatkala sedang tidur. Kejam karena mereka diserang dari udara dengan helikopter saat masih di tengah laut. Kejam karena mereka diserang oleh pasukan katak yang muncul dari bawah laut melompat ke atas kapal. Kejam karena mereka adalah penduduk sipil dan yang menyerang adalah pasukan khusus Angkatan Laut dengan peralatan modern yang andal. Malah, kapal-kapal misi kemanusiaan tersebut sudah menaikkan bendera putih, tanda menyerah, tetapi Israel tetap menyerang.
Kejam karena misi mereka adalah kemanusiaan, sementara mereka tidak diperlakukan secara manusiawi. Kejam karena Israel memutus komunikasi sehingga tidak ada yang bisa melacak dan mengetahui apa yang sesungguhnya dan bagaimana nasib anak-anak dunia tersebut.
Kejam karena serangan itu adalah kebijakan Pemerintah Israel. Bukan keteledoran komandan dan pembangkangan orang per orang dalam pasukan tersebut. Ini adalah kekejaman yang didesain oleh negara Israel.
”Pasukan kami diserang,” kata Letkol Avital Leibovitch, juru bicara militer Israel. Sebuah alasan yang bukan hanya tidak masuk akal, tetapi juga mencederai penalaran dan akal sehat manusia. Aktivis dunia tersebut berada dalam posisi bergerak untuk tujuan kemanusiaan, bukan untuk menabuh genderang perang.
Kapal memang bergerak, tetapi mereka sedang tidur. Bagaimana mungkin mereka berada dalam posisi menyerang Israel. Yang sesungguhnya terjadi, pasukan Israel menggempur mereka dari atas dan menyerang dari bawah laut dengan senjata. Yang berhak mengklaim pembelaan diri justru mereka para peserta misi kemanusiaan itu. Bukan sebaliknya.
Alibi
Sebagaimana biasanya, Israel mahir membangun alibi untuk membenarkan tindakannya. Tidak tertutup kemungkinan, Israel sedang menyelundupkan amunisi dan senjata ke dalam kapal-kapal yang kini dikontrolnya itu. Dengan senjata dan amunisi itu, Israel akan mengatakan: ”Nih, kami menemukan senjata dan amunisi yang mereka akan pakai untuk menyerang kami.”
Israel ingin membenarkan tindakannya dengan alasan self-defense (pembelaan diri) yang dalam perspektif hukum internasional memang dapat dibenarkan. Namun, penggunaan kekerasan dengan dalih pembelaan diri haruslah memenuhi sejumlah persyaratan.
Masalah penggunaan kekerasan untuk pembelaan diri, hukum internasional mengacu pada kasus Amerika Serikat lawan Kanada pada tahun 1837. Kasus yang terkenal dengan nama Caroline Case itu menyangkut sebuah kapal milik Amerika Serikat yang dibakar Inggris di sungai Niagara, antara Kanada dan Amerika Serikat.
Saat itu, sejumlah pemberontak mendeklarasikan berdirinya negara Kanada. Amerika Serikat mendukung para pemberontak itu dan mengirimi mereka uang, makanan, dan amunisi, yang diangkut oleh kapal Caroline. Inggris meradang dan terjadilah peristiwa pembakaran tersebut. Di situ untuk pertama kalinya muncul ajaran yang membenarkan necessary of anticipatory self-defense. Sebuah dogma hukum yang membenarkan penggunaan kekerasan untuk mengantisipasi adanya serangan lawan.
Dalam penyelesaian kasus ini, disebutkan bahwa pembelaan diri dengan kekerasan hanya boleh dilakukan bila ancaman tersebut bersifat mendadak. Pihak yang terancam harus segera mengambil langkah kekerasan untuk membela diri.
Kriteria berikutnya adalah harus ada ancaman kekerasan nyata yang keterlaluan (armed attack occurred yang sudah overwhelmed). Bila ini terpenuhi, kriteria lain muncul lagi, yakni tidak ada pilihan lain selain melakukan kekerasan (leaving no choice of means). Persyaratan terakhir untuk menggunakan kekerasan dengan alasan membela diri adalah bila pintu bernegosiasi tidak ada (no moment for deliberation).
Maka, dalih Israel menyerang para aktivis kemanusiaan tersebut sama sekali tidak memenuhi persyaratan yuridis. Para aktivis tersebut tidak menunjukkan gelagat penyerangan yang membahayakan Israel. Mereka bekerja dalam wilayah niat untuk membantu secara kemanusiaan, sekelompok orang yang dianiaya oleh Israel. Ancaman dan bahayanya di mana? Di sini, lagi-lagi Israel memang menunjukkan tindakan semena-menanya.
Terorisme negara
Amat mengherankan, penilaian kita atas serangan Israel kali ini hanya fokus pada aspek kebrutalan. Dunia seolah enggan melabel Israel sebagai teroris, padahal yang dilakukan adalah state terrorism karena tindakan Israel tersebut merupakan kebijakan negara.
Terrorism adalah kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan dengan mengorbankan manusia atau barang, yang menimbulkan rasa takut dan kengerian (Richard English, Terrorism: How To Respond, 2003).
Amerika Serikat dan sejumlah negara besar selalu mengecam kegiatan terorisme yang dilakukan oleh kelompok tertentu, tetapi state terrorism seperti yang dilakukan oleh Israel ini seolah tidak dijadikan agenda.
Belakangan ini, dunia juga mengecam praktik bajak laut yang terjadi di Somalia oleh sekelompok orang. Namun, kebijakan bajak laut yang dilakukan oleh negara Israel terhadap aktivis kemanusiaan ini luput dari pengamatan dunia.
Dengan serangan kali ini— yang mengorbankan relawan kemanusiaan dari sejumlah bangsa dengan latar belakang yang majemuk—Israel hanya memiliki sebuah kategori: tidak berperikemanusiaan, wajib dikecam dan diberi sanksi. Pasalnya, yang dikorbankan adalah warga tak berdosa dari sejumlah negara dan bangsa, maka inilah saatnya dunia secara penuh memberikan sanksi.
Sayang, gerakan global untuk kecaman ini terkesan lamban. Dunia seolah masih berkalkulasi politik tentang untung ruginya mengecam kelakuan Israel. Banyak pemimpin dunia seakan hanya bermain selancar dengan papan semantik: mencari terminologi yang tepat agar di satu sisi bisa memuaskan rakyat masing- masing dan di sisi lain tidak bertabrakan dengan kekuatan lain yang mendikte dunia, yang punya kepentingan untuk tidak memojokkan Israel.